SALAH SIAPA



(By : Sikarang Batukapur, makhluk dungu penggembala angin)


Assalamu'alaikum Wr Wb
            Sudah barang tentu sebuah pelangaran yang dijadikan  kebiasaan akan semakin lepas dari perbincangan dan akan dianggap suatu kewajaran. Akan tetapi sebuah kewajaran yang dipaksakan dampaknyapun bagai sebutir gula tersimpan di saku celana. Memang manis terjilat lidah, namun barang misterius yang bersembunyi di balik celana akan merasa gatal dan bengkak digigiti semut. Sebagaimana pemodernisasian karakter yang terdeteksi semakin membudaya di mana-mana. Bahkan di dunia pendidikan jenjang menengah (terutama), sepertinya lebih gampang teropsesi kesepektakuleran abrasi akhlaq yang diwajarkan itu. Maka untuk untuk memprediksi seberapa dahsyat akibat yang bisa mengikutinya, marilah sejenak kita merenung.
                  Anda yang sekarang ini dipanggil papa atau mama, bapak atau ibu oleh putra putrinya mestinya masih ingat bagaimana orang tuanya dulu mengajarkan tata cara pergaulan dengan orang lain. Katakanlah yang namanya sopan santun dalam perilaku dan tutur sapa mesti harus ada perbedaannya antara usia sebaya atau yang lebih muda, dan lain lagi dengan usia yang lebih tua. 
Dan bagaimanakah kebanyakan para siswa berkomunikasi dengan gurunya sekarang ini ? Memang, ketergantungan antara tata cara berkomunikasi dengan mentalitas siswa sepintas tak ada keterkaitan. Akan tetapi suatu kebiasaan akan berinterupsi membentuk psikis/jiwa. Dan jiwa akan mengopsesi pendirian membentuk watak/karakter. Kalau sudah begini gurupun akan dipandang sebagai sosok sebayanya. Bukan berarti sikap seperti ini tak ada sisi positipnya, jika memang dimanfaatkan ketika sedang mentransfer pembelajaran dari guru, karena bisa mengusir perasaan enggan, minder, ataupun perasaan-perasaan lain yang bisa mengendalai kenyamanan dalam belajar. Tapi apabila tak tahu kapan dan dalam kondisi yang bagaimana guru diperankan sebagai sosok sebaya, bahayanya sungguh akan memprihatinkan. Kenapa ? Kewibawaan seorang guru lambat laun akan terbenam ke peraduannya. Kemungkinan-kemungkinan seperti itu hendahnya senantiasa diwaspadai oleh orang tua sebagai penanggung jawab keberadaan putra-putrinya di dunia maupun di akherat.
             Anak adalah sumber kebahagiaan keluarga.Tetapi disisi lain ia pula merupakan batu ujian keimanan.Sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-Anfal/8:28:

عَظِيمٌ جْرٌأَ عِندَ اللَّهَ   فِتْنَةٌ وَاعْلَمُواأَنَّمَاأَمْوَالُكُمْأَوْلَادُكُمْوَأَنَّوَهُ   
Artinya:”Dan ketahuilah,bahwa harta kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah (batu ujian keimanan) dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar.”(QS. al-Anfal/8:28)26


             Belum lama berselang, gempar diberitakan di media masa tentang guru yang dianiaya muridnya. Apapun alasannya tetap saja semakin menterpurukkan keberadaan guru sebagai sosok yang semestinya "digugu lan ditiru" (dianut dan diteladani).  Apabila dedikasi seorang guru senantiasa dikarantina oleh kemauan siswa yang menginginkan kebebasan tak terbatas, maka niatan untuk mencerdaskan anak bangsa secara lahir dan batin tinggalah iklan tanpa pembeli, alias percuma saja.


BUS SEKOLAH SMP MUHAMMADIYAH 4 TAYU

            Dalam konteks ini jangan diartikan bahwa guru bisa mengatasnamakan sembarang perlakuannya dengan dalih tanggung jawab. Sebagai insan berpendidikan yang profesional sudah tentu akan berupaya semaksimal mungkin mencurahkan kemampuannya agar menghasilkan hasil didikan yang memuaskan.


MASJID SMP MUHAMMADIYAH 4 TAYU


BERSAMBUNG











000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000























https://sayyidlover.blogspot.com/2017/05/cara-berbakti-kepada-orang-tua.html

Related Posts:

0 Response to "SALAH SIAPA"

Posting Komentar