Keajaiban Kupang 1998: Misteri Lelaki Berjubah Putih
Menunggang Kuda
Kupang (voa-islam) – Tidak ada media massa yang memberitakan keanehan yang
terjadi pada saat peristiwa Kerusuhan Kupang 1998 yang lalu. Di tiga tempat
yang berbeda, ketika kaum Muslimin yang minoritas itu dikepung oleh kaum
Salibis, banyak mata yang menjadi saksi, saat melihat dari arah ketinggian,
nampak lelaki berjubah putih yang sedang menunggang kuda dalam jumlah yang
banyak. Subhanallah, tentara Allah betul-betul turun di Kupang ketika umat
Islam dalam keadaan terjepit.
Seorang pemuda di Airmata, sebuah
pemukiman Muslim di Kupang, menceritakan, tak sedikit masyarakat Kristen yang
menyaksikan dari atas bukit. Mereka seolah-olah melihat, ada banyak kerumunan
massa di Airmata. Percaya atau tidak, orang kafir itu melihat lelaki berjubah
putih dan bersurban sedang menunggang kuda dalam jumlah yang besar. Lalu
bergetarlah hati Masyarakat Kristen yang saat itu hendak menyerang kampung
Muslim.
Rupanya keanehan itu tidak hanya
terjadi Kampung Airmata, melainkan juga di Kampung Solor, sebuah pemukiman
muslim di Kota Kupang. Kali ini orang kafir melihat anak-anak berjubah putih
dalam jumlah yang besar seraya memegang kayu yang diayun-ayunkan. Maka
bergetarlah hati kaum salibis yang ketika itu hendak membakar Kampung Solor.
Ketika voa-islam bersilaturahim
ke Pondok Pesantren Hidayatullah di Batakte, Kupang Barat, pimpinan pesantren
tersebut juga menceritakan hal yang sama. Banyak mata yang menjadi saksi, yang
saat itu melihat ada banyak anak kecil berjubah putih seraya memegang senjata
tajam.
“Ketika itu pesantren didatangi
kelompok massa Kristen sebanyak dua truk dengan menggunakan ikat kepala merah.
Mereka bukan hanya memblokade jalan di Batakte, tapi juga bermaksud untuk
membakar masjid di kompleks Hidayatullah. Alhamdulillah, Allah melindungi kami
di sini. Kami ingat, santri yang hendak melalui blokade itu harus menyanyikan
lagu-lagu Yesus atau gereja. Dengan terpaksa, santri itu menuruti kemauan
mereka,” kenang Ustadz Usman Mamang, pimpinan Pesantren Hidayatullah Kupang,
NTT.
Peristiwa Kupang 1998
Tanpa bermaksud membuka luka lama,
perlu kiranya mengetahui latar belakang kejadian dan peristiwa kerusuhan Kupang
tahun 1998. Bermula, dari acara perkabungan dilakukan oleh pemuda dan mahasiswa
Kristiani di Kupang yang tergabung dalam panitia Gemakristi sehubungan dengan
peristiwa Ketapang Jakarta, berkembang menjadi aksi penutupan jalan raya.
Di sejumlah titik perkabungan di
jalan-jalan dibangun blokade. Warga menyekat jalan antara lain dengan peti
mati, salib berukuran besar, serta gambar Kristus bermahkota duri. Ini antara
lain dapat disaksikan di depan Gereja Kota Kupang, dan beberapa lokasi di Jalan
Soedirman, Kuanino.
Perkabungan ini berlangsung selama
24 jam, mulai Senin pukul 06.00 Wita. Perkabungan rencananya akan ditutup
dengan kebaktian Oekumene, Selasa pagi di GOR Oepoi, Kupang. Upacara
perkabungan diteruskan dengan pawai besar-besaran mengitari beberapa ruas jalan
di Kota Kupang seperti Jalan Ahmad Yani-Merdeka, Urip Sumoharjo, Moh Hatta dan
Sudirman Kuanino dan berbelok ke Jalan Pemuda-Jalan Cak Doko dan Jalan
Lalamentik menuju ke Oebufu.Ketika itu semua kantor, pertokoan, dan pasar
tutup. Kota Kupang sejak pagi Nampak lengang.
Kebanyakan warga kota dan daerah
sekitarnya ambil bagian dalam aksi Gemakristi (Gerakan Perkabungan Umat
Kristiani) sebagai wujud rasa solidaritas atas berbagai peristiwa, termasuk
peristiwa Ketapang pekan lalu. Semua kendaraan angkutan penumpang dan barang
dalam dan luar kota, berhenti beroperasi. Kantor pemerintah dan swasta,
sekolah, pertokoan dan kios, tutup. Begitu juga pasar rakyat praktis lengang
tanpa pengunjung.
Suasana berubah menjadi rusuh karena
adanya sekelompok massa yang menyusup kedalam acara tersebut, telah memicu massa
melakukan aksi pelemparan rumah ibadah/masjid dan pengrusakan terhadap beberapa
rumah dan kantor serta tindak kerusuhan lainnya.
Kronologisnya, menurut data dari
Departemen Pertahanan RI, tanggal 30 November 1998 pagi hari di kota Kupang
dilaksanakan acara perkabungan nasional yang diawali dengan kegiatan membagi
bunga di jalan-jalan protokol kepada setiap orang yang lewat kemudian
berkembang menjadi penutupan/pemblokiran jalan-jalan raya.
Pukul 10.00 WITA tanggal 30 November
1998 suasana menjadi rusuh karena ada sekelompok massa dari luar kota menyusup
kedalam acara tersebut. Saat melewati ruas jalan Oebufu, massa mulai melempari
beberapa rumah, kios serta toko. Massa terus bergerak ke arah Jalan El Tari II menuju
ke Penfui dan kembali memutar ke arah Oesapa.
Saat memasuki Jalan Adi Sucipto di
kawasan Oesapa, beberapa rumah pengusaha yang berada di simpang tiga menjadi
sasaran pelemparan sehingga kaca di bangunan itu berantakan. Hal yang sama juga
terjadi di sekitar wilayah Oesapa Kecil. Beberapa kios dan bangunan serta
sebuah sedan kacanya remuk dilempari batu.
Sekitar pukul 11.15 Wita, massa yang
sudah tidak terkendali kembali lagi ke kota Kupang dan memasuki kawasan
Kelurahan Solor. Di daerah ini juga terjadi saling lempar antara massa yang
konvoi dengan warga setempat. Massa Kristen bahkan melakukan aksi
pelemparan Masjid Al Fatah di kelurahan Solor serta Masjid Raya di kelurahan
Fontein. Aksi tersebut terhenti sementara karena turun hujan, namun kemudian berlanjut
kembali dengan sasaran pengrusakan dan pembakaran terhadap rumah ibadah, rumah
tinggal dan fasilitas umum.
Pada pukul 13.10 WITA tanggal 1
Desember 1998 massa melakukan pengrusakan terhadap kantor Hutan Tanaman
Industri Kupang.Pihak aparat kemudian melakukan langkah-langkah untuk
melokalisir peristiwa agar tidak meluas, mengadakan dialog dan pertemuan dengan
tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk menyelesaikan masalah.
Setelah terjadi aksi saling melempar
di depan sebuah masjid, berita menyebar dengan cepat. Akibatnya ratusan pemuda
dari berbagai penjuru berdatangan dan membalas provokasi, dan terjadilah saling
lempar dengan warga di belakang kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang.
Sekitar pukul 17.00 Wita, massa
bergerak menuju kampus Universitas Muhammadiyah Kupang, namun dihalau pasukan
keamanan. Menurut informasi hingga pukul 18.30 Wita, dua masjid dibakar
yaitu di daerah sekitar Kolhua dan di Bakunase. Tiga lainnya dirusak, yaitu
Masjid Raya Kupang, Masjid Attaqwa Naikoten, dan masjid di sekitar kantor Kodya
Kupang.
Pembakaran lainnya menimpa Asrama
Haji di Bilangan Oebufu, Kodya Kupang, sebagian bangunan Pasar Inpres Naikoten
II, SMP dan SMA Muhammadiyah. Suasana kota hingga Senin malam mencekam. Warga
kota terlihat saling curiga antara satu dengan yang lainnya. Mereka rata-rata
membawa senjata tajam, pentungan dan lainnya.
Akibat kejadian tersebut,
menimbulkan luka berat (2), luka ringan (25), kerusakan masjid/ mushola (9),
rumah tinggal (44), kios/ toko (45), rumah makan (30), gedung sekolah (3),
kendaraan roda 4 (14) dan roda dua (16) serta 3.962 penduduk mengungsi.
Kerusuhan pun meluas, aksi
perkabungan nasional juga berlangsung di Kota SoE, Kabupaten Timor Tengah
Selatan (70 Km sebelah Timur Kupang). Begitu lonceng gereja berbunyi, penduduk
keluar rumah mengetuk tiang listrik dengan membawa parang, golok, dan benda
tajam lainnya. Masjid dikepung, dirusak, dan dibakar. Rumah dan toko milik
milik BBMJ (Bugis, Bone, Makasar, dan Jawa) yang muslim itu diobrak-abrik,
dirusak dan dijarah massa Kristen. Hari tu, tak ada Media lokal yang
memberitakan, sebab, informasi kan sudah dimonopoli nonmuslim.
Yang mengejutkan, saat menjadi
penceramah dalam seminar yang digelar Universitas Nusa Cendana, Theo Syafei
ketika itu (15 November 1998) mengatakan, kalau di Jawa orang bisa bakar
gereja, kenapa kita di sini tak bisa bakar masjid. Tepuk tangan pun bergemuruh
di kampus itu.
Kupang dan sekitarnya ibarat api
dalam sekam, jika daerah lain yang disulut, maka akan berimbas ke Kupang. Ingat
Kasus Ketapang di Jakarta, bara api itu sampai terbawa ke Kota Kupang. Hampir
saja, kasus Temanggung, kembali menyulut di kota ini. Saat ini masyarakat
Kupang pada umumnya, semakin dewasa, mereka tak mau lagi diprovokasi oleh pihak
dan kelompok tertentu yang ingin Kupang membara dan berdarah-darah.
0 Response to "Lelaki Berjubah putih"
Posting Komentar